Pembatasan Kepemilikan Tanah Demi Kepentingan Umum Terhadap Batas Kepemilikan Tanah Non-Pertanian Dari Perspektif Groot-Grondbezit
DOI:
https://doi.org/10.24843/AC.2025.v10.i02.p14Keywords:
Pembatasan, Kepemilikan, Tanah Non-Pertanian, Asas Groot-GrondbezitAbstract
Tujuan penelitian ini untuk mengkaji, menganalisis, serta menemukan pemaknaan konsep pembatasan kepemilikan tanah non-pertanian yang melebihi batas dalam konsep pembatasan kepemilikian tanah untuk kepentingan umum dari perspektif asas Groot-Grondbezit. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang beranjak dari adanya kekosongan norma. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian dengan pendekatan perundang – undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan analisis, serta didukung dengan metode card system. Adapun hasil kajian tulisan ini bahwa asas Groot-Grondbezit memiliki relevansi signifikan dalam mengatur kepemilikan tanah, dan prinsip ini tercermin dalam kerangka hukum agraria di Indonesia. Dalam konteks Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, asas ini menjadi dasar untuk pembatasan kepemilikan tanah non-pertanian. Selain itu untuk mengatasi masalah tersebut, menekankan perlunya pengaturan lebih lanjut yang mengacu pada Pasal 9 ayat (2) UU No. 56 Perpu/1960. Pendekatan ini menitikberatkan pada penunjukan salah satu ahli waris untuk memiliki atau memindahkan tanah tersebut dalam waktu satu tahun setelah menerima warisan. Sementara itu, solusi alternatif mencakup konsep larangan fragmentasi secara tuntas dan land consolidation. Larangan fragmentasi diimplementasikan dengan tegas, termasuk dalam konteks pewarisan. Land consolidation, di sisi lain, melibatkan pengumpulan tanah-tanah yang tersebar atau kecil-kecil untuk dihimpun dan kemudian dibagi kembali dengan kriteria lahan keluarga. Hak waris dijaga, tetapi tanah perlu diatur dan tidak boleh dipecah-pecah lagi dalam ukuran lahan yang tidak lagi sesuai sebagai lahan keluarga.